Selasa, 20 Maret 2012

Sistem Pemerintahan Hindia-Belanda

A. Sistem Pemerintahan Desentralisasi
Pemerintahan Hindia-Belanda berupaya menggunakan sistem pemerintahan desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah jajahannya. Pada dasarnya pemerintahan desentralisasi hindia-Belanda bertujuan untuk membuka kemungkinan diadakannya daerah-daerah yang memiliki pemerintahan sendiri namun tetap memiliki tanggung jawab dan berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. 
Pada awalnya gubernur jenderal yang merupakan wakil ratu belanda memiliki kekuasaan yang sanagt luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya dibantu oleh organisasi-organisasi pemerintah yang diisi oleh pejabat-pejabat baik pusat maupun daerah. Namun kekuasaan yang tak terbatas menuai protes dari komunitas-komunitas pengusaha Belanda, karena mereka juga ingin menyuarakan pendapatnya dalam menentukan kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk raden, yaitu suatu dewan dimana warga eropa dapat berbicara untuk menyuarakan isi hatinya. Inilah yang mengawali terbentukanya decentralisatie wet, kurang lebih pasalnya berisi tentang pemerintah di daerah-daerah jajahan kerajaan Belanda.

B. Birokrasi Pada Masa Pemerintah Hindia-Belanda
sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah nusantara, baik secara politik maupun ekonomi, pemerintah kolonial menyadari bahwa keberadaannya tidak selalu aman. untuk itu pemerintah kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah kerajaan yang masih disegani, hal ini bertujuan untuk menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik kerajaan.
Terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan pada saat pemerintahan kolonial berlangsung, yaitu mulai diperkenalkannya sistem administrasi kolonial (Binnenlandsche Bestuur) yang memperkenalkan sistem administrasi dan birokrasi modern yang puncaknya pada ratu Belanda dan sistem administrasi tradisional (inheemche Bestuur) masih dipertahankan oleh pemerintah kolonial.
Dalam struktur pemerintahan di nusantara, Belanda menempatkan Gubernur Jenderal yang dibantu oleh gubernur dan residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat yang berkedudukan di batavia, setingkat wilayah propinsi. Sedangkan untuk tingkat kabupaten terdapat asisen residen dan pengawas (Controleur). keberadaan asisten residen diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan dari raa hanya ditunjukkan pada saat-saat tertentu, seperti pengiriman upeti kepada raja. bupati tidak memiliki kekuasaan yang otonom lagi, akan tetapi selalu mendapat kontrol dari pengawas yang ditunjuk pemerintah pusat. perubahan birokrasi pemerintahan tersebut mendorong Belanda untuk mengadakan perubahan hak pemakaian tanah.
struktur administrasi pemerintah kolonial belanda di indonesia sebagai berikut. gubernur jenderal memegang kekuasaan tertinggi sebagai wakil dari Ratu Belanda yang berkedudukan di propinsi. dikabupaten diperintah oleh gubernur, sub kabupaten oleh residen, dibawahnya ada asisten residen yang mengawasi para patih dan bupati, dibawahnya ada pengawas yang bertugas mengawasi wedana dan asisten wedana.

C. kebijakan yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda
setelah VOC dibubarkan maka indonesia berada di bawah pemerintah Hindia-belanda, sehingga beberapa kebijakan yang diterapkan langsung berasal dari keputusan pemerintah Belanda di Amsterdam. beberapa kebijakan yang sempat diterapkan oleh pemerintah belanda yaitu:
  • kuota pajak dan sumbanagn pajak, yaitu kewajiban rakyat untuk membayar pajak (uptei hasil pertanian) kepada pemerintah belanda melalui para bupati
  • sistem pajak bumi, para pemilik tanah wajib membayar pajak tanah kepada pemerintah sebagai bentuk biaya penyewaan
  • sistem tanam paksa, masyarakat jawa dipaksa untuk menanam tanaman komositi perdagangan eropa yang menguntungkan belanda
  • liberalisasi tanah, pemerintrah banyak menjual kavling-kavling tanah kepada pihak sawasta, sebagian besar tanah juga disewakan untuk mendirikan perkebunan
  • tenaga kerja, penduduk pribumi dijadikan tenaga kuli di perkebunan belanda baik itu dibayar, maupun bekerja secara paksa
walaupun beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belanda mengalami perubahan dari cara yang dilakukan oleh VOC namun masih ada beberapa hal yang masih dipertahankan seperti zaman VOC berkuasa. seperti jasa blandonng yang masih digunakan pada masa pemerintahan Deandles dan rafles.  kebijakan-kebijakan dibawah pemerintahan Belanda tidak membawa perubahan signifikan karena sistem perdagangan yang dianut oleh pemerintah belanda masih menggunakan sistem perdagangan yang digunakan oleh VOC. selain itu juga cara para pejabat dan pegawai yang bekerja dipemerintah belanda masih sama dengan cara kerja pada zaman VOC.



Jumat, 16 Maret 2012

VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie)


            Pada tahun 1598, 22 buah kapal miliki lima perusahaan Belanda melakukan pelayaran ke nusantara namun 14 kapal diantaranya kembali lagi ke Belanda. Kapal yang pertama tiba di daerah Maluku pada bulan Maret 1599 adalah Armada pimpinan Jacob Van Neck. Kapal-kapal ini kemudian kembali ke Belanda pada tahun 1599-1600 dengan mengangkut cukup banyak rempah-rempah dari Nusantara dimana rempah-rempah tersebut sangat membawa keuntungan bagi Belanda. Dengan diperoleh banyaknya keuntungan tersebut pada tahun 1601 empat belas buah kapal ekspedisi kembali melakukan pelayaran ke Nusantara. Namun, keuntungan yang didapat  perusahaan-perusahaan dagang Belanda mengakibatkan munculnya persaingan yang sangat ketat. Pada tahun 1598, Parlemen Belanda(Staten Generaal) mengusulkan agar perusahaan-perusahaan dagang Belanda tersebut bergabung menjadi satu dan membentuk suatu perusahaan yang diberi nama VOC.[1]
VOC(Vereenigde Oost-indische Compagnie) merupakan persekutuan dagang Hindia Timur yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. VOC ini sendiri didirikan dengan akta Oktroi(hak istimewa) dari Staaten Generaal(Parlemen Belanda). Hak istimewa itu diantaranya VOC dapat menetapkan dan mengeluarkan mata uang sendiri, memungut pajak, memelihara angkatan perang, berhak menyatakan perang, dan menerima perdamaian, merebut, menduduki, serta memerintah daerah-daerah asing diluar negeri Belanda, memaksa para raja di wilayahnya untuk tunduk kepada kekuasaan dan aparat VOC. Selain itu, VOC juga memiliki hak monopoli untuk berdagang dan berlayar diwilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens termasuk pulau-pulau di Selatan Pasifik, kepulauan Jepang, Sri Lanka, dan Cina Selatan serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri dan VOC juga memiliki wewenang untuk membuat Undang-undang, membentuk pengadilan, serta mahkamah agung.[2]
VOC memiliki wilayah yang luas pada saat itu, untuk mengkoordinasikan dan melaksanakan pemerintahan secara langsung mulai tahun 1610 ditunjuk seorang Gubernur Jendral dan seorang Gubernur wilayah. Dibentuk juga Dewan Hindia untuk memberikan nasehat, pertimbangan dan pengawasan kepada para Gubernur sekaligus bertugas memberikan keputusan untuk semua kejadian dan transaksi tanpa campur tangan De Heren XVII.
Pieter Both diangkat oleh Staaten Generaal menjadi Gubernur Jendral VOC pertama pada tahun(1610-1614). Namun, pada masa Jan Pieterzoon Coen pengangkatan Gubernur Jendral dilakukan oleh De Heren XVII atas persetujuan Staaten Generaal. Selama masa jabatan tiga gubernur jendral pertama yakni Pieter Both, Gerard Reynst, dan Dr. Laurens Reael pusat kegiatan VOC berlangsung di benteng Oranje, Ternate. Pemilihan Ternate sebagai markas besar VOC dikarenakan letak strategis Maluku yang pada saat itu sebagai sentra perniagaan rempah-rempah dan Ternate sebagai kerajaan Maluku pertama yang memberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah kepada VOC. Namun pada saat Jan Pieterzoon Coen menjadi gubernur jendral yang ke-4 pusat VOC Belanda dipindah ke Jakarta yang saat itu diberi nama Batavia dan sejak tahun 1620 tempat kedudukan gubernur jendral VOC dipindahkan dari Ternate ke Batavia. Hal ini dilakukan karena pusat VOC berpendapat bahwa perusahaan ini memerlukan sebuah pusat kegiatan yang lebih strategis dan lebih mudah menjangkau daerah-daerah operasi VOC yang sangat luas.[3]
Di samping institusi gubernur jendral dan gubernur daerah, VOC juga membentuk lembaga pemerintahan umum di Coromandel, Ambon, Banda, Ternate, Sri Lanka, dan Malaka, serta institusi pemerintahan khusus di Tanjung, Pengharapan, Makassar, Padang, Timor, Indragiri, dan Cochin. Sejumlah kantor juga didirikan di Isfahan, Goruran, Saratte, Agro, Amodobot, Benggala, Palembang, Jambi, Bangka, Siam, Logor, dan Jepang.
Pada tahun 1794, Kaisar Napoleon Bonaparte yang berasal dari Perancis menyerbu dan menduduki Belanda. Ia membentuk Negara boneka sekaligus mengangkat adiknya Louis Bonaparte sebagai Raja Belanda. Raja Belanda Sebelumnya yakni Willem V berhasil meloloskan diri ke inggris, menetap di krew dan mengeluarkan sejumlah surat yang dikenal dengan “surat-surat krew” yang isinya memerintahkan kepada para pejabat diwilayah jajahan Belanda agar menyerahkan Belanda kepada Inggris agar tidak jatuh ketangan Perancis.
Inggris memiliki lebih banyak kapal, pasukan, dan senjata dibandingkan dengan Belanda(VOC). Inggris berhasil merebut dan memperoleh beberapa pos Belanda di Indonesia. Pada tahun 1795 Inggris menduduki Padang dan pada tahun 1796 dan setahun kemudian ia mulai menuntut penyerahan seluruh wilayah Maluku. Kondisi VOC semakin terpuruk, baik dibidang militer maupun ekonomi sedang mengalami krisis yang sangat parah. Saat terjadinya perang dengan Inggris IV(1780-1784), untuk mempertahankan Batavia dari ancaman Inggris, VOC harus meminjam sekitar 2.300 prajurit Surakarta dan Yogyakarta.
Dalam bidng keuangan VOC juga sangat terpuruk karena terlilit hutang yang melebihi capital dan asset yang dimiliki. Berkaitan dengan krisis tersebut, pemerintahan Belanda melakukan restrukturasi di pucuk pimpinan VOC dengan mengganti De Heren XVII yang hamper dua abad mengendalikan perusahaan ini dengan sebuah komite yang bertindak sebagai direksi dan menjalankan perusahaan yang sedang terpuruk itu.
Pada Mei 1795 Staaten Generaal mengusulkan kepada pemerintah Belanda untuk mengganti direksi VOC, De Heren XVII dengan Komite Urusan Dagang dan Pendudukan Hindia Timur yang beranggotakan 28 orang. Pada akhir Desember pemerintahan Belanda memutuskan tidak memperpanjang lagi hak oktroi VOC yang berakhir pada 31 Desember 1799 sehingga pada 1 Januari 1800 VOC dibubarkan secara resmi.






[1] Merle Calvin Ricklefs, 2001, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi, hal. 71.
[2] Adnan Amal, 2010, Kepulaun Rempah-rempah( Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950),  Jakarta: PT. Gramedia, hal. 261-262.
[3] Ibid, hal. 263