Rabu, 02 Mei 2012

Globalisasi dan Lingkungan Hidup


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fenomena globalisasi selalu dikatakan memberikan dampak terhadap pembangunan ekonomi negara-negara di dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang. Negara-negara semakin dapat bebas dalam melakukan kerja sama dalam membangunan ekonomi kearah yang lebih baik dan juga semakin mudahnya negara-negara memperoleh aliran modal dari negara-negara lain, sehingga membantu negara tersebut dalam mengembangkan pilar ekonominya. Membumingnya globalisasi tidak lepas dari peran institusi di dalamnya dalam mempromosikan keuntungan dari globalisasi itu sendiri bagi negara-negara yang menerima keberadaan globalisasi. Institusi itu tidak lain adalah IMF (International Monetary Fund), WB (World Bank) dan WTO (World Trade Organization), atau biasa dikenal dengan Washington Consesus, dengan membawa program mengenai perdagangan internasional, investasi asing langsung dan aliran pasar modal.
Dengan adanya fenomena globalisasi yang dapat memberikan manfaat terhadap negara-negara untuk membuka diri dalam melakukan kerja sama serta meminta bantuan terhadap negara-negara lain terutama sebagai negara berkembang, dan tidak hanya itu negara dapat memperoleh pendapatan neraca pembayaran melalui perdagangan internasional dengan negara lain. Dampak itu pun dirasakan oleh negara-negara berkembang. Dibalik cerita yang baik tersebut, sebetulnya tersimpan cerita buruk mengenai akibat dari pembangunan ekonomi yang tanpa batas tersebut. Terjadinya degradasi lingkungan merupakan cerita buruk yang harus diperhatikan sebagai akibat dari perilaku aktivitas ekonomi. Hal ini karena setiap melakukan aktivitas ekonomi baik itu produksi maupun konsumsi tidak terlepas dalam memberikan pengaruh kepada lingkungan sekitar.[1]
Pengaruh buruk  dalam berkembangan globalisasi bagi lingkungan hidup sekitar sering berupa pencemaran-pencemaran, baik udara, tanah, air bahkan suara.[2] Perkembangan globalisasi yang mempengaruhi laju gerak suatu negara tentunya akan mempengruhi kehidupan dalam lingkungan negara tersebut. Terutama di negara berkembang, akibat adanya gerakan globalisasi, menciptakan kondisi gerakan pengeksploitasian sumber daya lingkungan yang mempengaruhi jernih-keruhnya lingkungan hidup.
Namun tentunya semakin berkembangnya kecerdasan manusia di era globalisasi tentunya dituntut untuk sadar akan kehidupannya di lingkungan yang makin terancam ini. Sebagai pengkontrol globalisasi, manusia juga tentunya dituntut untuk berupaya menjaga kelestarian alam lingkungan hidup. Sebagai jalan menuju kehidupan yang seimbang, selaras dengan alam sebagai mana tempat bernaung dalam kehidupan.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini adalah;
1.      Bagaimana globalisasi mempengaruhi lingkungan hidup di negara berkembang ?
2.      Apa sajakah contoh negatif dan positif dari pengaruh globalisasi bagi lingkunagn hidup?
3.      Apa faktor-faktor yang menyebabkan mudahnya terjadi eksploitasi lingkungan di negara berkembang ?
4.      Apa upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi bagi lingkungan hidup ?
C.     Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah;
1.      Mengetahui pengaruh globalisasi bagi lingkungan hidup Negara berkembang.
2.      Mengetahui contoh negatif dan positif dari pengaruh globalisasi bagi lingkugan hidup.
3.      Mengetahui factor-faktor yang menyebabkan mudahnya terjadi eksploitasi di lingkungan Negara berkembang.
4.      Mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi bagi lingkungan hidup.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dampak Globalisasi bagi Lingkungan Negara Berkembang
Globalisasi, mungkin kata itu sering kita dengarkan di televisi, radio, surat kabar ataupun percakapan sehari-hari. Kata globalisasi sendiri muncul pada dekade akhir abad ke-20. Globalisasi telah menjadikan pertukaran barang dan jasa dengan mudah terjadi melewati batas-batas territorial negara. Globalisasi menjadikan dunia seperti Global Village. Dengan adanya Globalisasi, negara-negara dapat dengan mudah melakukan suatu interaksi, bahkan individu dalam suatu negara dengan individu di negara lain dapat dengan mudah melakukan suatu interaksi, baik dalam hal komunikasi, pertukaran komoditi, pertukaran informasi, dan lainnya. Hal tersebut menjadikan globalisasi sebagai arah baru bagi perkembangan negara-negara selanjutnya.
Globalisasi layaknya seperti keping uang logam, yang memiliki 2 sisi yang sangat bertolak belakang satu sama lain. Globalisasi disatu sisi memberikan dampak positif dan disisi lain memberikan dampak negatif. Dan salah satu dampak negatif dari globalisasi adalah berimbas pada masalah lingkungan. Ada serangkaian proses yang harus dilewati untuk menuju pada tahap perusakkan lingkungan akibat globalisasi, yang pada umumnya terjadi di negara-negara berkembang.
Dengan semakin menipisnya batas-batas negara karena doktrin dari pahaman globalisasi yang menuntut setiap negara jika hendak menjadi negara yang maju maka harus membuka diri selebar-lebarnya terhadap bantuan-bantuan dan kerjasama dengan pihak asing maka hal ini lah yang kemudian menjadi pintu masuk bagi para investor-investor asing untuk berlomba masuk dan menanamkan sahamnya di negara-negara berkembang. Sehingga kemudian menginisiasi maraknya industrialisasi, privatisasi serta deregulasi[3] di negara-negara berkembang.
Dalam dunia industri, bahan mentah adalah satu hal penting untuk menjalankan suatu roda perindustrian. Dan bahan-bahan mentah ini, banyak ditemukan di negara-negara berkembang yang memang dalam segi geografinya berada pada jalur lintang dan bujur yang subur. Namun, negara berkembang terkendala dalam melakukan pengelolaan akan sumber daya alam yang melimpah tersebut akibat keterbatasan modal dan teknologi yang dimilikinya. Sehingga negara-negara berkembang membutuhkan suntikkan dana dan jasa dari negara-negara maju. Adapun bentuknya bisa berupa hutang, pinjaman, ataupun hibah.
Namun sangat disayangkan bahwa berbagai bantuan dana dalam bentuk pinjaman maupun hibah oleh negara maju tersebut sebagian besar digunakan untuk membeli teknologi-teknologi dari negara maju. Dengan kata lain pinjaman dari negara maju, kembali masuk ke saku negara maju lagi dalam bentuk pembelian teknologi oleh negara berkembang, di lain waktu, negara berkembang masih harus melunasi hutang-hutang kepada negara maju beserta dengan bunganya. Ini adalah satu dari sekian banyak bentuk kerjasama di era globalisasi antara negara maju dan negara berkembang yang mana secara tidak langsung merugikan negara-negara berkembang.
Teknologi yang telah dibeli oleh negara berkembang (umumnya merupakan negara tropis) tersebut memungkinkan mereka untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya kemudian adalah terjadinya perusakan hutan tropis. Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor industri, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, bahkan seringkali wilayah-wilayah yang tidak menjadi pusat industri mendapat imbasnya seperti peningkatan suhu udara.
Untuk persoalan industri, pada umumnya industri didirikan di negara-negara berkembang dengan tujuan untuk efisiensi biaya produksi dan transportasi serta mengingat letak negara berkembang sebagai pasar dari komoditi industri negara maju. Dalam prosesnya kemudian, industri-industri yang didirikan oleh negara maju melakukan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan ditambah lagi proses kerja industri-industri tersebut tidak berwawasan lingkungan. Hal ini bisa dilihat melalui berbagai bentuk kerusakkan akibat aktifitas pertambangan, selain itu juga limbah yang dihasilkan tidak ditaktisi oleh negara maju. Dengan masuknya perusahaan tambang asing, maka pencemaran lingkungan pasti tidak akan bisa dihindarkan. Kebijakan pemerintah mengizinkan operasi pertambangan pada kawasan hutan lindung dan konservasi, sudah pasti akan mempercepat lenyapnya berbagai sumber daya alam yang tadinya melimpah di negara-negara berkembang seperti Filipina, Indonesia, Vietnam, Sri lanka dan lain-lain.
B.     Contoh Dampak Negatif dan Positif Globalisasi bagi Lingkungan Hidup
Dalam perkembangan globalisasi di dunia terdapat hasil dari pengaruh tersebut, baik dari segi positif maupun negatif. Dampak yang ditimbulkan gerakan globalisasi di negara-negara berkembang selain bentuk-bentuk kerusakkan lingkungan akibat eksploitasi yang diakibatkan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan di negara-negara berkembang oleh negara-negara maju, terdapat pula kerusakan lingkungan akibat industrialisasi di negara berkembang sebagai contoh di negara indoensia seperti;
1.      Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri.
2.      Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya[4].
3.      Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak.
4.      Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kota seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius pada musim kemarau di hari terpanasnya.
5.      Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2r SO2, dan debu akibat polusi asap pabrik dan kendaraan bermesin.
6.      Sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak bumi dan batu bara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020 akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
7.      Luas hutan Indonesia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana kebakaran.
8.      Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin menyempit dan mengalami pencemaran akibat polusi tanah dan polusi air permukaan.
Contoh lainnya adalah kasus penolakkan rakyat filipina terhadap pertambangan nikel berskala besar di pulau Mindoro oleh perusahaan pertambangan Norwegian Intex sebab sifatnya yang merusak karena bisa menyebabkan banjir dan erosi selain itu pula akan mengganggu sumber air irigasi terbesar disana. Irigasi itu mengaliri sawah seluas 40 ribu hektar. Selama ini, Mindoro memang dikenal sebagai limbung padi bagi Manila. Hal tersebut bisa terjadi sebab UU pertambangan Filipina yang ada memihak terhadap perusahaan tambang asing dan memberi mereka 100 persen keuntungan dan pembebasan pajak. Dengan pemerintahan yang lemah, kita tidak bisa tergantung pada mekanisme monitoring karena pemerintahnya korup.
Melalui contoh-contoh tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa yang menjadi sumber utama dari perusakkan dan segala bentuk eksploitasi lingkungan yang terjadi di pelopori oleh industri yang notabene dikuasai sepenuhnya oleh negara-negara maju. Sesungguhnya, negara berkembang lebih banyak dirugikan atas upaya kerjasama tersebut mengingat selain telah dikuras kekayaan alamnya oleh negara maju, pembagian hasil yang tidak merata, serta dampak dari eksploitasi aktifitas industri ditambah lagi dengan permasalah limbah yang dihasilkan.
Karena limbah industri dibuang ke lingkungan, maka masalah yang ditimbulkannya merata dan menyebar di lingkungan yang luas. Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat limbah B3[5]. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah. Limbah gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx di udara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan pertanian dan hutan. Limbah cair, yang dibuang ke perairan akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air.
Untuk itu, limbah dari hasil industri benar-benar menjadi ancaman kerusakan lingkungan di negara-negara berkembang yang menjadi pusat industri negara maju. Keseluruhan peramsalahan yang terjadi di negara-negara berkembang menjadi layaknya sebuah penyakit yang menggerogoti tubuh negara-negara berkembang dari hari ke hari. Namun, nampaknya negara-negara berkembang belum menyadari sepenuhnya dengan kondisi mereka yang sedang tidak baik-baik saja akibat terlena dengan buaian “globalisasi” yang dikatakan mampu meningkatkan perkeonomian dan mampu mensejahterakan masyarakat.
Ada pula dampak positif dari globalisasi yang mempengaruhi lingkungan hidup manusia, seperti;
1.      Seperti kesadaran manusia akan mulai tercemarnya lingkungan hidup mereka, sehingga menumbuhkan kesadaran dalam diri untuk berbenah, memulai hidup dengan cara yang baik untuk menjaga, menyelaraskan serta merawat lingkungan hidup guna menciptakan kehidupan yang lebih baik.
2.      Munculnya teknologi canggih ramah lingkungan.
3.      Munculnya organisasi-organisasi pencinta alam yang senantiasa menjaga dan menyebarkan pengaruh terhadap kesadaran menjaga lingkungan hidup.
Dalam prakteknya, sedikit demi sedikit mulai bermunculan kesadaran manusia untuk menjaga lingkungan hidup yang semakin terancam ini. Hal itu diwujudkan secara bertahap guna menjaga kelestarian lingkungan hidup yang menunjang performa manusia dalam kehidupannya di bumi.
C.     Faktor-faktor yang Menyebabkan Eksploitasi Berlebihan
Dalam perkembangan globalidsasi di negara berkembang, terjadinya eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sering dikaitkan guna meningkatkan mutu kemajuan negara tersebut, padahal dalam prakteknya hasil dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tersebut malah menghantarkan negara dalam keterpurukan yang semakin menjadi akibat kerusakan lingkungan hidup.[6] Faktor-faktor yang kemudian melatar belakangi mengapa negara-negara berkembang sangat mudah untuk di eksploitasi antara lain:
1.      Keterbatasan modal yang dimiliki oleh negara-negara berkembang menjadikan negara berkembang merasa butuh untuk mendapatkan suntikkan dana ataupun bantuan asing tanpa memperhitungkan untung dan rugi yang akan dihadapi kemudian.
2.      Lemahnya hukum domestik yang diterapkan pemerintah dalam membatasi jumlah eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan asing di negara berkembang.
3.      Regulasi[7] yang diberlakukan oleh pemerintahan seringkali hanya memihak kepada perusahaan asing dibanding memihak kepada masyarakat.
4.      Perkembangan budaya konsumtif akibat dari globalisasi. Media massa, baik elektronik maupun cetak, merupakan sarana utama dalam penyebaran epidemi global budaya kon-sumtif internasional tersebut. Contohnya, gaya memakan fast food seperti Hambur-ger McDonald, Wendy’s, Arby’s, ayam goreng internasional seperti Kentucky, Texas, California, dan lain-lain. Dengan pola hidup konsumtif yang semakin banyak dianut oleh masyarakat dunia, hal inilah yang sesungguhnya menjadi pupuk yang menyuburkan indstrialisasi dimana-mana khususnya di negara-negara berkembang guna memenuhi permintaan konsumen tersebut.
Dan untuk memenuhi permintaan konsumen yang kian banyak akibat budaya konsumtif tadi maka industri merasa wajib untuk meningkatkan jumlah produksinya dengan melakukan eksploitasi secara besar-besaran sehingga terjadilah perusakan lingkungan seperti abrasi, penggundulan hutan, dan lain sebagainya.

D.    Upaya Penanggulangan Dampak Globalisasi bagi Lingkungan Hidup
Dari dampak yang hadir akibat merebaknya globalisasi di dunia memberikan akibat maupun dampak yang perlu ditanggulangi. Diantaranya merupakan dampak negative bagi lingkungan hidup. Adapun solusi-solusi terhadap permasalahan lingkungan di negara berkembang antara lain berupa:
1.      Solusi yang kemudian ditawarkan oleh negara maju ke negara berkembang untuk menangani permasalahan lingkungan yang ada yaitu terjadi saat pertemuan negara-negara yang mempunyai wilayah 5% jatah hutan dunia (seperti Brazil, Indonesia, Venezuela, dan negara-negara Afrika), Amerika Serikat dan sekutunya datang menawarkan hibah tanpa bunga dan tanpa pengembalian dengan kompensasi negara-negara tersebut harus memperhijau hutannya kembali.
2.      Pada Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan tentang pencemaran lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 tentang Organisasi Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah di tingkat Propinsi, yang juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui.[8]
3.      Berdasarkan Strategi Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh pemerintah, maka proses pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan (Lampiran Pidato Presiden RI, 1994 : II/27).
4.      Disamping itu, untuk mengembangkan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi masalah pencemaran sungai terutama dalam upaya peningkatan kualitas air, dilaksanakan Program Kali Bersih (PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan lingkungan pada 33 sungai di 13 Propinsi.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya segala hal yang diciptakan manusia mempunyai efek baik dan buruk bagi manusia itu sendiri. Globalisasi juga mempunyai sifat seperti itu. Globalisasi disatu sisi menawarkan kebaikan tapi disisi lain juga kita akan terjebak pada keterpurukan jika tidak mewaspadainya. Pengaruh globalisasi juga harus dilihat dari “siapa yang memprakarsainya” yaitu negara-negara barat. Hal ini patut diwaspadai karena sumber daya alam kita yang melimpah dan bukan tidak mungkin negara-negara tersebut juga mengincarnya dengan mempengaruhi masyarakat kita tentang “betapa baiknya globalisasi”. Rakyat (elit penguasa dan rakyat biasa) harus meng-counter efek buruk dari globalisasi. Jika hanya rakyat biasa saja yang mencoba meng-counter-nya maka hal itu hanya akan sia-sia mengingat kekuatan dan legitimasi yang dimiliki oleh negara-negara maju cukup kuat untuk menjadikan mereka betah untuk melakukan eksploitasi terhadap lingkungan di negara berkembang.
Baik dampak negatif maupun positif dari globalisasi yang mempengaruhi lingkungan hidup tentunya akan memberi dampak perubahan besar bagi kehidupan alam serta kemajuan suatu negara. Menimbulkan pencemaran, baik polusi udara, air, tanah bahkan suara merupakan dampak negatif globalisasi pada lingkungan hidup yang mengurai bencana bagi alam. Namun ada pula kesadaran yang timbul dari manusia untuk memperbaiki, menjaga, melestarikan dan menselaraskan kehidupannya dengan alam guna menciptakan kehidupan yang baik dalam globalisasi bersama alam lingkungan hidup.
Dengan adanya dampak yang terjadi akibat globalisasi bagi lingkungan hidup, manusia dituntut untuk memulai melakukan perbaikan dengan cara-cara sederhana, program-program pemerintah, serta gerakan global seperti penghijauan hutan dunia.


DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkunga. Jakarta: EGC.
Sugiharyanto. 2007. Seri IPS Geografi dan Sosiologi SMP kelas I. Yogyakarta: Yudistira.
T. Siahaan. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga.




[1] Sugiharyanto, 2007, Seri IPS Geografi dan Sosiologi SMP kelas IX, Yogyakarta: Yudistira, Hal. 162
[2] Budiman Chandra, 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta: EGC, Hal.6
[3] Deregulasi ialah kegiatan atau proses menghapuskan pembatasan dan peraturan.
[4] Budiman Chandra, Op.cit, Hal.40
[5] Limbah B3, bahan berbahaya dan beracun, keberadaannya di Indonesia makin hari makin mengkhawatirkan. Lebih dari 75% B3 merupakan sumbangan dari sektor industry melalui limbahnya, sedangkan sisanya berasal dari sektor lain termasuk rumah tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah B3 yang ada.
[6] T. Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Jakarta: Erlangga, Hal. 26
[7][7] Regulasi adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan
[8] T. Siahaan, Op.cit, Hal. 286

Tidak ada komentar:

Posting Komentar