BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Fenomena globalisasi selalu dikatakan memberikan dampak terhadap
pembangunan ekonomi negara-negara di dunia baik Negara maju maupun Negara
berkembang. Negara-negara semakin dapat bebas dalam melakukan kerja sama dalam
membangunan ekonomi kearah yang lebih baik dan juga semakin mudahnya
negara-negara memperoleh aliran modal dari negara-negara lain, sehingga
membantu negara tersebut dalam mengembangkan pilar ekonominya. Membumingnya
globalisasi tidak lepas dari peran institusi di dalamnya dalam mempromosikan
keuntungan dari globalisasi itu sendiri bagi negara-negara yang menerima
keberadaan globalisasi. Institusi itu tidak lain adalah IMF (International
Monetary Fund), WB (World Bank) dan WTO (World Trade Organization), atau biasa
dikenal dengan Washington Consesus, dengan membawa program mengenai perdagangan
internasional, investasi asing langsung dan aliran pasar modal.
Dengan adanya fenomena globalisasi yang dapat memberikan manfaat terhadap
negara-negara untuk membuka diri dalam melakukan kerja sama serta meminta
bantuan terhadap negara-negara lain terutama sebagai negara berkembang, dan
tidak hanya itu negara dapat memperoleh pendapatan neraca pembayaran melalui
perdagangan internasional dengan negara lain. Dampak itu pun dirasakan oleh
negara-negara berkembang. Dibalik cerita yang baik tersebut, sebetulnya
tersimpan cerita buruk mengenai akibat dari pembangunan ekonomi yang tanpa
batas tersebut. Terjadinya degradasi lingkungan merupakan cerita buruk yang
harus diperhatikan sebagai akibat dari perilaku aktivitas ekonomi. Hal ini
karena setiap melakukan aktivitas ekonomi baik itu produksi maupun konsumsi
tidak terlepas dalam memberikan pengaruh kepada lingkungan sekitar.[1]
Pengaruh buruk dalam berkembangan
globalisasi bagi lingkungan hidup sekitar sering berupa pencemaran-pencemaran,
baik udara, tanah, air bahkan suara.[2]
Perkembangan globalisasi yang mempengaruhi laju gerak suatu negara tentunya
akan mempengruhi kehidupan dalam lingkungan negara tersebut. Terutama di negara
berkembang, akibat adanya gerakan globalisasi, menciptakan kondisi gerakan
pengeksploitasian sumber daya lingkungan yang mempengaruhi jernih-keruhnya
lingkungan hidup.
Namun tentunya semakin berkembangnya kecerdasan manusia di era
globalisasi tentunya dituntut untuk sadar akan kehidupannya di lingkungan yang
makin terancam ini. Sebagai pengkontrol globalisasi, manusia juga tentunya
dituntut untuk berupaya menjaga kelestarian alam lingkungan hidup. Sebagai
jalan menuju kehidupan yang seimbang, selaras dengan alam sebagai mana tempat
bernaung dalam kehidupan.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini adalah;
1. Bagaimana
globalisasi mempengaruhi lingkungan hidup di negara berkembang ?
2. Apa
sajakah contoh negatif dan positif dari pengaruh globalisasi bagi lingkunagn
hidup?
3. Apa
faktor-faktor yang menyebabkan mudahnya terjadi eksploitasi lingkungan di
negara berkembang ?
4. Apa
upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi dampak
negatif globalisasi bagi lingkungan hidup ?
C. Tujuan
Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah;
1. Mengetahui
pengaruh globalisasi bagi lingkungan hidup Negara berkembang.
2. Mengetahui
contoh negatif dan positif dari pengaruh globalisasi bagi lingkugan hidup.
3. Mengetahui
factor-faktor yang menyebabkan mudahnya terjadi eksploitasi di lingkungan
Negara berkembang.
4. Mengetahui
upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi dampak
negatif globalisasi bagi lingkungan hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dampak
Globalisasi bagi Lingkungan Negara Berkembang
Globalisasi, mungkin kata itu sering kita dengarkan di televisi, radio,
surat kabar ataupun percakapan sehari-hari. Kata globalisasi sendiri muncul
pada dekade akhir abad ke-20. Globalisasi telah menjadikan pertukaran barang
dan jasa dengan mudah terjadi melewati batas-batas territorial negara.
Globalisasi menjadikan dunia seperti Global Village. Dengan adanya Globalisasi,
negara-negara dapat dengan mudah melakukan suatu interaksi, bahkan individu
dalam suatu negara dengan individu di negara lain dapat dengan mudah melakukan
suatu interaksi, baik dalam hal komunikasi, pertukaran komoditi, pertukaran
informasi, dan lainnya. Hal tersebut menjadikan globalisasi sebagai arah baru
bagi perkembangan negara-negara selanjutnya.
Globalisasi layaknya seperti keping uang logam, yang memiliki 2 sisi yang
sangat bertolak belakang satu sama lain. Globalisasi disatu sisi memberikan
dampak positif dan disisi lain memberikan dampak negatif. Dan salah satu dampak
negatif dari globalisasi adalah berimbas pada masalah lingkungan. Ada
serangkaian proses yang harus dilewati untuk menuju pada tahap perusakkan
lingkungan akibat globalisasi, yang pada umumnya terjadi di negara-negara
berkembang.
Dengan semakin menipisnya batas-batas negara karena doktrin dari pahaman
globalisasi yang menuntut setiap negara jika hendak menjadi negara yang maju
maka harus membuka diri selebar-lebarnya terhadap bantuan-bantuan dan kerjasama
dengan pihak asing maka hal ini lah yang kemudian menjadi pintu masuk bagi para
investor-investor asing untuk berlomba masuk dan menanamkan sahamnya di
negara-negara berkembang. Sehingga kemudian menginisiasi maraknya
industrialisasi, privatisasi serta deregulasi[3]
di negara-negara berkembang.
Dalam dunia industri, bahan mentah adalah satu hal penting untuk
menjalankan suatu roda perindustrian. Dan bahan-bahan mentah ini, banyak
ditemukan di negara-negara berkembang yang memang dalam segi geografinya berada
pada jalur lintang dan bujur yang subur. Namun, negara berkembang terkendala
dalam melakukan pengelolaan akan sumber daya alam yang melimpah tersebut akibat
keterbatasan modal dan teknologi yang dimilikinya. Sehingga negara-negara
berkembang membutuhkan suntikkan dana dan jasa dari negara-negara maju. Adapun
bentuknya bisa berupa hutang, pinjaman, ataupun hibah.
Namun sangat disayangkan bahwa berbagai bantuan dana dalam bentuk
pinjaman maupun hibah oleh negara maju tersebut sebagian besar digunakan untuk
membeli teknologi-teknologi dari negara maju. Dengan kata lain pinjaman dari
negara maju, kembali masuk ke saku negara maju lagi dalam bentuk pembelian
teknologi oleh negara berkembang, di lain waktu, negara berkembang masih harus
melunasi hutang-hutang kepada negara maju beserta dengan bunganya. Ini adalah
satu dari sekian banyak bentuk kerjasama di era globalisasi antara negara maju
dan negara berkembang yang mana secara tidak langsung merugikan negara-negara
berkembang.
Teknologi yang telah dibeli oleh negara berkembang (umumnya merupakan negara
tropis) tersebut memungkinkan mereka untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya
dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan
pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya kemudian adalah terjadinya
perusakan hutan tropis. Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang
disumbangkan oleh teknologi dan sektor industri, sesungguhnya telah terjadi
kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, bahkan
seringkali wilayah-wilayah yang tidak menjadi pusat industri mendapat imbasnya seperti
peningkatan suhu udara.
Untuk persoalan industri, pada umumnya industri didirikan di
negara-negara berkembang dengan tujuan untuk efisiensi biaya produksi dan
transportasi serta mengingat letak negara berkembang sebagai pasar dari
komoditi industri negara maju. Dalam prosesnya kemudian, industri-industri yang
didirikan oleh negara maju melakukan eksploitasi sumber daya alam yang
berlebihan ditambah lagi proses kerja industri-industri tersebut tidak
berwawasan lingkungan. Hal ini bisa dilihat melalui berbagai bentuk kerusakkan
akibat aktifitas pertambangan, selain itu juga limbah yang dihasilkan tidak
ditaktisi oleh negara maju. Dengan masuknya perusahaan tambang asing, maka
pencemaran lingkungan pasti tidak akan bisa dihindarkan. Kebijakan pemerintah
mengizinkan operasi pertambangan pada kawasan hutan lindung dan konservasi,
sudah pasti akan mempercepat lenyapnya berbagai sumber daya alam yang tadinya
melimpah di negara-negara berkembang seperti Filipina, Indonesia, Vietnam, Sri
lanka dan lain-lain.
B. Contoh
Dampak Negatif dan Positif Globalisasi bagi Lingkungan Hidup
Dalam perkembangan globalisasi di dunia terdapat hasil dari pengaruh
tersebut, baik dari segi positif maupun negatif. Dampak yang ditimbulkan
gerakan globalisasi di negara-negara berkembang selain bentuk-bentuk kerusakkan
lingkungan akibat eksploitasi yang diakibatkan oleh perusahaan-perusahaan
pertambangan di negara-negara berkembang oleh negara-negara maju, terdapat pula
kerusakan lingkungan akibat industrialisasi di negara berkembang sebagai contoh
di negara indoensia seperti;
1. Terjadinya
penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri.
2. Konsentrasi
bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium,
timah hitam, pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan
biota airnya[4].
3. Kelangkaan
air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim
penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat
merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak.
4. Temperatur
udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di
beberapa kota seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius pada musim
kemarau di hari terpanasnya.
5. Terjadi
peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2r SO2, dan debu akibat
polusi asap pabrik dan kendaraan bermesin.
6. Sumber
daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak
bumi dan batu bara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020 akibat
eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
7. Luas
hutan Indonesia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang
disengaja atau oleh bencana kebakaran.
8. Kondisi
hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin menyempit dan mengalami
pencemaran akibat polusi tanah dan polusi air permukaan.
Contoh lainnya adalah kasus penolakkan rakyat filipina terhadap
pertambangan nikel berskala besar di pulau Mindoro oleh perusahaan pertambangan
Norwegian Intex sebab sifatnya yang merusak karena bisa menyebabkan banjir dan
erosi selain itu pula akan mengganggu sumber air irigasi terbesar disana.
Irigasi itu mengaliri sawah seluas 40 ribu hektar. Selama ini, Mindoro memang
dikenal sebagai limbung padi bagi Manila. Hal tersebut bisa terjadi sebab UU
pertambangan Filipina yang ada memihak terhadap perusahaan tambang asing dan
memberi mereka 100 persen keuntungan dan pembebasan pajak. Dengan pemerintahan
yang lemah, kita tidak bisa tergantung pada mekanisme monitoring karena
pemerintahnya korup.
Melalui contoh-contoh tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa yang
menjadi sumber utama dari perusakkan dan segala bentuk eksploitasi lingkungan
yang terjadi di pelopori oleh industri yang notabene dikuasai sepenuhnya oleh
negara-negara maju. Sesungguhnya, negara berkembang lebih banyak dirugikan atas
upaya kerjasama tersebut mengingat selain telah dikuras kekayaan alamnya oleh
negara maju, pembagian hasil yang tidak merata, serta dampak dari eksploitasi
aktifitas industri ditambah lagi dengan permasalah limbah yang dihasilkan.
Karena limbah industri dibuang ke lingkungan, maka masalah yang
ditimbulkannya merata dan menyebar di lingkungan yang luas. Limbah industri
baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat
limbah B3[5].
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari
industri kimia. Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai
macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic)
sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah padat akan mencemari tanah
dan sumber air tanah. Limbah gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung
senyawa kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan.
Adanya SO2 dan NOx di udara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat
menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan
pertanian dan hutan. Limbah cair, yang dibuang ke perairan akan mengotori air
yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air.
Untuk itu, limbah dari hasil industri benar-benar menjadi ancaman
kerusakan lingkungan di negara-negara berkembang yang menjadi pusat industri
negara maju. Keseluruhan peramsalahan yang terjadi di negara-negara berkembang
menjadi layaknya sebuah penyakit yang menggerogoti tubuh negara-negara
berkembang dari hari ke hari. Namun, nampaknya negara-negara berkembang belum
menyadari sepenuhnya dengan kondisi mereka yang sedang tidak baik-baik saja
akibat terlena dengan buaian “globalisasi” yang dikatakan mampu meningkatkan
perkeonomian dan mampu mensejahterakan masyarakat.
Ada pula dampak positif dari globalisasi yang mempengaruhi lingkungan
hidup manusia, seperti;
1. Seperti
kesadaran manusia akan mulai tercemarnya lingkungan hidup mereka, sehingga
menumbuhkan kesadaran dalam diri untuk berbenah, memulai hidup dengan cara yang
baik untuk menjaga, menyelaraskan serta merawat lingkungan hidup guna
menciptakan kehidupan yang lebih baik.
2. Munculnya
teknologi canggih ramah lingkungan.
3. Munculnya
organisasi-organisasi pencinta alam yang senantiasa menjaga dan menyebarkan
pengaruh terhadap kesadaran menjaga lingkungan hidup.
Dalam prakteknya, sedikit demi sedikit mulai bermunculan kesadaran
manusia untuk menjaga lingkungan hidup yang semakin terancam ini. Hal itu
diwujudkan secara bertahap guna menjaga kelestarian lingkungan hidup yang
menunjang performa manusia dalam kehidupannya di bumi.
C. Faktor-faktor
yang Menyebabkan Eksploitasi Berlebihan
Dalam perkembangan globalidsasi di negara berkembang, terjadinya
eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sering dikaitkan guna meningkatkan
mutu kemajuan negara tersebut, padahal dalam prakteknya hasil dari eksploitasi
sumber daya alam yang berlebihan tersebut malah menghantarkan negara dalam
keterpurukan yang semakin menjadi akibat kerusakan lingkungan hidup.[6]
Faktor-faktor yang kemudian melatar belakangi mengapa negara-negara berkembang
sangat mudah untuk di eksploitasi antara lain:
1. Keterbatasan
modal yang dimiliki oleh negara-negara berkembang menjadikan negara berkembang
merasa butuh untuk mendapatkan suntikkan dana ataupun bantuan asing tanpa
memperhitungkan untung dan rugi yang akan dihadapi kemudian.
2. Lemahnya
hukum domestik yang diterapkan pemerintah dalam membatasi jumlah eksploitasi
sumber daya alam oleh perusahaan asing di negara berkembang.
3. Regulasi[7]
yang diberlakukan oleh pemerintahan seringkali hanya memihak kepada perusahaan
asing dibanding memihak kepada masyarakat.
4. Perkembangan
budaya konsumtif akibat dari globalisasi. Media massa, baik elektronik maupun
cetak, merupakan sarana utama dalam penyebaran epidemi global budaya kon-sumtif
internasional tersebut. Contohnya, gaya memakan fast food seperti Hambur-ger
McDonald, Wendy’s, Arby’s, ayam goreng internasional seperti Kentucky, Texas,
California, dan lain-lain. Dengan pola hidup konsumtif yang semakin banyak
dianut oleh masyarakat dunia, hal inilah yang sesungguhnya menjadi pupuk yang
menyuburkan indstrialisasi dimana-mana khususnya di negara-negara berkembang
guna memenuhi permintaan konsumen tersebut.
Dan untuk memenuhi permintaan konsumen yang kian banyak akibat budaya
konsumtif tadi maka industri merasa wajib untuk meningkatkan jumlah produksinya
dengan melakukan eksploitasi secara besar-besaran sehingga terjadilah perusakan
lingkungan seperti abrasi, penggundulan hutan, dan lain sebagainya.
D. Upaya
Penanggulangan Dampak Globalisasi bagi Lingkungan Hidup
Dari dampak yang hadir akibat merebaknya globalisasi di dunia memberikan
akibat maupun dampak yang perlu ditanggulangi. Diantaranya merupakan dampak
negative bagi lingkungan hidup. Adapun solusi-solusi terhadap permasalahan lingkungan
di negara berkembang antara lain berupa:
1. Solusi
yang kemudian ditawarkan oleh negara maju ke negara berkembang untuk menangani
permasalahan lingkungan yang ada yaitu terjadi saat pertemuan negara-negara
yang mempunyai wilayah 5% jatah hutan dunia (seperti Brazil, Indonesia,
Venezuela, dan negara-negara Afrika), Amerika Serikat dan sekutunya datang
menawarkan hibah tanpa bunga dan tanpa pengembalian dengan kompensasi
negara-negara tersebut harus memperhijau hutannya kembali.
2. Pada
Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan
dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan tentang
pencemaran lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 tentang Organisasi
Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah di tingkat Propinsi, yang
juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan
untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang dianggap perlu
untuk diperbaharui.[8]
3. Berdasarkan
Strategi Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh pemerintah,
maka proses pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap pemilihan
bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan (Lampiran
Pidato Presiden RI, 1994 : II/27).
4. Disamping
itu, untuk mengembangkan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi masalah pencemaran sungai
terutama dalam upaya peningkatan kualitas air, dilaksanakan Program Kali Bersih
(PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan lingkungan pada 33 sungai di 13
Propinsi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya
segala hal yang diciptakan manusia mempunyai efek baik dan buruk bagi manusia
itu sendiri. Globalisasi juga mempunyai sifat seperti itu. Globalisasi disatu
sisi menawarkan kebaikan tapi disisi lain juga kita akan terjebak pada
keterpurukan jika tidak mewaspadainya. Pengaruh globalisasi juga harus dilihat
dari “siapa yang memprakarsainya” yaitu negara-negara barat. Hal ini patut
diwaspadai karena sumber daya alam kita yang melimpah dan bukan tidak mungkin
negara-negara tersebut juga mengincarnya dengan mempengaruhi masyarakat kita
tentang “betapa baiknya globalisasi”. Rakyat (elit penguasa dan rakyat biasa)
harus meng-counter efek buruk dari globalisasi. Jika hanya rakyat biasa saja
yang mencoba meng-counter-nya maka hal itu hanya akan sia-sia mengingat
kekuatan dan legitimasi yang dimiliki oleh negara-negara maju cukup kuat untuk
menjadikan mereka betah untuk melakukan eksploitasi terhadap lingkungan di
negara berkembang.
Baik dampak negatif
maupun positif dari globalisasi yang mempengaruhi lingkungan hidup tentunya
akan memberi dampak perubahan besar bagi kehidupan alam serta kemajuan suatu negara.
Menimbulkan pencemaran, baik polusi udara, air, tanah bahkan suara merupakan
dampak negatif globalisasi pada lingkungan hidup yang mengurai bencana bagi
alam. Namun ada pula kesadaran yang timbul dari manusia untuk memperbaiki,
menjaga, melestarikan dan menselaraskan kehidupannya dengan alam guna
menciptakan kehidupan yang baik dalam globalisasi bersama alam lingkungan
hidup.
Dengan adanya
dampak yang terjadi akibat globalisasi bagi lingkungan hidup, manusia dituntut
untuk memulai melakukan perbaikan dengan cara-cara sederhana, program-program
pemerintah, serta gerakan global seperti penghijauan hutan dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkunga. Jakarta: EGC.
Sugiharyanto.
2007. Seri IPS Geografi dan Sosiologi SMP
kelas I. Yogyakarta: Yudistira.
T. Siahaan. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta:
Erlangga.
[1]
Sugiharyanto, 2007, Seri IPS Geografi dan
Sosiologi SMP kelas IX, Yogyakarta: Yudistira, Hal. 162
[2]
Budiman Chandra, 2007, Pengantar
Kesehatan Lingkungan, Jakarta: EGC, Hal.6
[3]
Deregulasi ialah kegiatan atau proses menghapuskan
pembatasan dan peraturan.
[4]
Budiman Chandra, Op.cit, Hal.40
[5]
Limbah B3, bahan berbahaya dan beracun, keberadaannya di
Indonesia makin hari makin mengkhawatirkan. Lebih dari 75% B3 merupakan
sumbangan dari sektor industry melalui limbahnya, sedangkan sisanya berasal
dari sektor lain termasuk rumah tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah
B3 yang ada.
[6] T.
Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan
Ekologi Pembangunan, Jakarta: Erlangga, Hal. 26
[8] T.
Siahaan, Op.cit, Hal. 286
Tidak ada komentar:
Posting Komentar