Minggu, 06 Mei 2012


Resensiku tentang
“Dinasti Cina Muslim di Nusantara : Berdasarkan Kronik Berita Cina
Kelenteng Sam Po Kong( peninggalan tokoh cina muslim di Semarang)”

Widyo Nugrahanto adalah seorang Sejarawan yang di lahirkan di Tulungagung Jawa Timur pada tanggal 30 Juni 1970. Riwayat pendidikan yang beliau tempuh yakni telah menyelesaikan Strata I Jurusan ilmu Sejarah di Universitas Padjajaran Bandung dan Strata II Program Politik di Universitas Gadjh Mada Yogyakarta. Beliau sekarang bertugas sebagai staff pengajar di Fakultas Sastra Universitas Padjajaran Bandung dan sekarang beliau  menetap di Jatinangor Sumedang Jawa Barat. Karya yang telah berhasil beliau buat adalah bukunya yang mengupas tentang Dinasti Cina Muslim di Nusantara Berdasarkan Kronik Berita Cina Kelenteng Sam Po Kong.
Ide menulis buku ini berawal dari sudah jarang ditemukannya sumber ataupun tulisan mengenai Kronik Berita Cina dari Kelenteng Sam Po Kong. Buku ini merupakan cetakan pertama tahun 2006 yang diterbitkan oleh Uvula Press Bandung, terdiri dari 124 halaman dan tebalnya sekitar 21cm. Kehadiran buku ini diharapkan mampu memberikan informasi perkembangan penelitian di sekitar Kronik Berita Cina serta dapat menjadi suatu wacana alternatif tentang sejarah Indonesia terutama mengenai penyebaran agama islam di Nusantara.[1]
            Penulis dalam menyusun tulisannya telah menggunakan sumber-sumber yang lengkap seperti dari buku-buku, media massa, dan kumpulan artikel-artikel. Beliau berusaha memaparkan secara kronologis mengenai Kelenteng Sam Po Kong dari awal berdiri sampai sekarang. Isi buku Widyo Nugrahanto ini lebih memfokuskan perhatiannya kepada orang Cina Muslim dan bagaimana peran mereka dalam penyebaran agama islam walaupun tidak di pungkiri tetap ada juga menyinggung tentang orang-orang pribumi. Beliau menjelaskan dalam bukunya bahwa Kronik Berita Cina Kelenteng Sam Po Kong merupakan bukti adanya penyebaran agama islam oleh orang-orang Cina Muslim di Nusantara walaupun mereka bukanlah orang pertama yang membawa islam ke Nusantara.[2]
            Kelenteng Sam Po Kong itu sendiri merupakan bangunan bekas masjid yang dulu dibangun oleh Laksamana Cheng Ho ketika beliau bersama teman-temannya singgah di daratan pulau Jawa karena kapal yang mereka tumpangi mengalami kerusakkan. Bangunan ini dalam perkembangannya sangat berperan penting untuk menyebarkan agama Islam di daerah Jawa khususnya Semarang. Penyebaran agama islam tersebut akhirnya memunculkan suatu dinasti baru yakni Dinasti Cina Muslim di Kerajaan Demak.[3] Fungsi Kelenteng Sam Po Kong kini sudah tidak lagi sebagai masjid melainkan digunakan sebagai tempat ibadah orang-orang Tionghoa.
            Karya Widyo Nugrahanto ini memiliki kelebihan yaitu Penulis telah menggunakan sumber-sumber yang lengkap dan dapat dipercaya baik itu sumber dari buku, media massa, ataupun dari artikel-artikel. Penggunaan kata-kata yang sederhana sehingga lebih mudah dimengerti dan dipahami oleh pembaca. Isi buku yang di uraikan sesuai dengan kronologisnya.
Selain itu, karya yang ditulis oleh Widyo Nugrahanto juga memiliki kelemahan diantaranya penggunaan kata penghubung diawal paragraf ataupun kalimat seperti kamudian, sedangkan, di ( di dalam Kronik Berita Cina Kelenteng Sam Po Kong diuraikan pula cerita tentang tokoh Cina Muslim bernama Bong Swi Hoo).[4] Pengaturan Jarak penulisan(spasi) masih ada yang sedikit kacau. Penggunaan tanda baca yang seharusnya digunakan tetapi tidak ada seperti komunitas-komunitas Cina Muslim di pulau Jawa yakni Tuban, Tse Sun(Gresik), Lasem, Ancol dan bahkan yang berada diluar Jawa.[5] Penggunaan tanda baca (,) koma setelah kata Ancol seharusnya ada.
Sumber :
Widyo Nugrahanto. 2006. Dinasti Cina Muslim di Nusantara Berdasarkan Kronik Berita Cina Kelenteng Sam Po Kong. Bandung: Uvula Press


[1] Widyonugrahanto, 2006, Dinasti Cina Muslim di Nusantara Berdasarkan Kronik Berita Cina Kelenteng Sam Po Kong, Bandung: Uvula Press, hal, 7
[2] Ibid., hal, 107
[3] Ibid., hal, 15
[4]Ibid., hal, 51
[5] Ibid., hal, 68

Jumat, 04 Mei 2012

KEBUDAYAAN PENDIDIKAN


A.    Pengertian Kebudayaan Pendidikan
Kebudayaan Pendidikan adalah gagasan, konsep, yang mendasari praksis pendidikan yang merupakan aspek dari keseluruhan kebudayaan. Kebudayaan pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan elemen-elemen kebudayaan khususnya filsafat, ilmu pengetahuan, adat istiadat, dan cara hidup lainnya. Didalam sejarah pendidikan Indonesia, dapat kita telusuri praktek pendidikan yang telah muncul pada zaman Hindu Budha dengan sistem asrama yang kemudian terus mengalami perkembangan dan pada zaman masuknya agama islam di Nusantara dengan pendidikan pesantren. Sementara pada masa kolonial praktek pendidikan juga tidak lupt dari pengaruh-pengaruh pemikiran serta praktek pendidikan barat yang dibawa oleh kolonialisme seperti Spanyol, Portugis, dan Belanda.
Jerome Bruner yang merupakan seorang ahli psikologi dan pendidikan terkenal dari Amerika Serikat. Beliau memperingatkan kepada kita mengenai munculnya budaya baru didalam era teknologi informasi dewasa ini. Kebudayaan baru tersebut adalah komputerisme. Banyak manfaat yang dapat membantu proses pendidikan melalui teknologi komunikasi seperti computer. Dia juga mengatakan bahwa pendidikan tidak dapat sekedar direduksi sebagai sebuah informasi , memilah-milah ilmu pengetahuan didalam berbagai kategori. Seharusnya manfaat komputer didalam budaya pendidikan ialah membantu peserta didik untuk menyusun pengertian-pengertian bukan sekedar memiliki informasi sehingga menuntut proses mengerti akan cara-cara dari suatu kebudayaan. Menuntut pemahaman mengenai budaya tertentu didalam perkembangan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Usaha untuk mengerti kebudayaan pendidikan khususnya didalam proses belajar mengajar. Bruner mengemukakan empat jenis pandangan pedagogik diantaranya:
1.      Pandangan Internalis
Pertanyaan pokok didalam pandangan ini ialah apa yang dapat diperbuat oleh peserta didik didalam proses pendidikannya.
2.      Pandangan eksternalis
Pokok pertanyaannya ialah apa yyang dapat dibuat oleh seorang pendidik terhadap peserta didik didalam proses pendidikannya.
3.      Pandangan intersubjektif
Pandangan yang menganggap proses belajar sebagai suatu proses interaksi antara pendidik dan peserta didik serta sesame peserta didik.
4.      Pandangan objektivis
Pandangan yang menganggap bahwa peserta didik seperti pandangan seorang entomologis yang melihat para peserta didik seperti sekawan semut atau kawanan domba.
Pandangan keseluruhan yang menyeluruh tersebut sifatnya ialah pandangan metakognitif terhadap proses belajar yang artinya tujuan proses belajar bukan sekedar tahu atau menguasai keterampilan yang diinginkan tetapi merupakan proses refleksi termasuk refleksi mengenai jenis pekerjaannya dimasa depan.

B.     Beberapa Budaya Praksis Pendidikan di Indonesia
Kebudayaan Indonesia merupan suatu silang budaya Internasional. Salah satu pengaruh yang sangat membekas di dalam praksis pendidikan Indonesia ialah budaya pendidikan colonial yang masih terus mendominasi berbagai praktek pendidikan kita. Salah satu budaya tersebut ialah intelektulisme dan verbalisme.budaya intelektualisme telah membawa pendidikan nasional kepada yang namanya Paulo Feire(dimana tugas pendidikan ialah mennyodorkan fakta kedalam diri peserta didik sebagai khazanah hafalan. Kebudayaan pendidikan yang menekankan kepada intelektualisme membawa kepada metodologi pendidikan yang verbalistik.proses belajar mengajar bersifat monolog dan tidak ada ruangan bagi pengembangan analisis berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri.
Budaya pendidikan yang menunjang praksis pendidikan yang intelektualisme dan verbalistis dan monolog juga ditopang oleh sikap hidup bangsa Indonesia yang cenderung feodalistis dan birokratik. kedua sikap ini, feodalisme dan birokrasi saling tunjang-menunjang dan menentukan pula corak administrasi dan manajemen pendidikan nasional hingga saat ini.

C.     Budaya Administrasi dan Manajemen Pendidikan Nasional
Secara umum administrasi dan manajemen pendidikan nasional merupakan berbagai usaha untuk mewujudkan visi, misi, dan program dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Terdapat beberapa komponen pendidikan dalam usaha tersebut yakni merencanakan, pembiayaan, penyelenggaraan, dan evaluasi pendidikan nasional.
Administrasi dan manajemen pendidikan nasional ini tidak lain ialah keseluruhan kegiatan untuk mencapai kualitas pendidikan dalam berbagai bentuk, jenis, dan jenjangnya, bagaimana mewujudkan suatu sistem pendidikan nasional yang efisien serta relevan dengan kehidupan bermasyarakat, dan berbangsa, serta bagaimana menyelenggarakan pendidikan nasional dalam rangka menghidupkan pandangan hidup demokrasi dalam rangka membangun masyarakat madani Indonesia. Administrasi dan manajemen pendidikan nasional mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Mempunyai visi, misi, dan program-program yang jelas
2.      Mempunyai rencana baik jangka panjang, menengah, dan jangka pendek yang disusun secara rapi dan terarah
3.      Mempunyai seperangkat strategi untuk mewujudkan rencana yang telah disepakati
4.      Suatu organisasi yang efisiendan dinamis untuk mendukung pelaksanaan mencapai tujuan rencana-rencana yang telah tertata dengan baik
5.      Pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, baik untuk tingkat pelaksana, supervise, serta tenaga-tenaga penunjang lainnya.
Administrasi dan manajemen pendidikan dapat dibagi menjadi dua jenis yakni administrasi dan manajemen pendidikan yang bersifat makro dan mikro. Administrasi dan manajemen pendidikan yang bersifat makro dapat dibedakan lagi antara yang bersifat nasional dan daerah sedangkan yang bersifat mikro ialah yang berorientasi kepada masyarakat lokal dan pada lembaga-lembaga sekolah atau pendidikan. Selain itu, terdapat juga dua komponen administrasi dan manajemen pendidikan nasional yang pada dasarnya memiliki dua aspek pokok yaitu:
1.      Aspek manajemen atau perangkat teknis untuk mewujudkan pencapaian tujuan yang telah diletakkan didalam visi dan misi pendidikan nasional
2.      Aspek kepemimpinan termasuk didalamnya keseluruhan sumber daya manusia yang akan mewujudkan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan.
Kedua aspek ini saling berkaitan satu sama lain sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Manajemen yang baik hanya dapat berhasil apabila didukung oleh kepemimpinan yang benar.

Administrasi dan maanajemen pendidikan yang sentralistis
Sebagai sebuah Negara kesatuan kita cenderung lebih mengandalkan administrasi dan manajemen pendidikan yang sentralistis. Seperti telah kita lihat administrasi dan manajemen pendidikan yang sentralistik muncul dari perumusan strategi makro yang sulit mencapai grassroot yaitu pada tingkat sekolah. Apalagi keadaan Negara dan masyarakat Indonnesia yang begitu luas dan beragam, tentunya strategi makro tidak efisien karena banyak menunjang pelaksanaan kebijakan yang sangat terpusat oleh karena itu gaya manajemen yang sentralistik cenderung pada otoriterisme yang tentu tidak akan menghasilkan kualitas pendidikan yang diinginkan. Lembaga-lembaga pendidikan hanya sekedar menghasilkan robot-robot tanpa mengembangkan kemampuan kreativitas. Konsekuensi dari administrasi dan manajemen pendidikan yang sentralistis ialah ketiadaan partisipasi masyarakat didalam mengelola pendidikannya sendiri. Lembaga-lembaga pendidikan terisolasi dan merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari pemerintah pusat. Masyarakat secara langsung tidak mempunyai wewenang untuk mengontrol jalannya pendidikan nasional.
Administrasi dan manajemen pendidikan yang sentralistik akan tunduk kepada birokrasi. Besar kemungkinan tidak lagi mempunyai bobot profesional telah berganti dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak objektif atau yang berdasarkan kepada kepentingan golongan atau pertimbangan politik lainnya. Administrasi dan manajemen pendidikan yang demikian dengan gaya otoriter tidak mungkin untuk menciptakan suatu sistem yang akan membawa generasi muda menjadi anggota masyarakat yang demokratis, yang menghargai profesionalisme, dan yang bertanggung jawab langsung terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Orang tua dan masyarakat sebagai bagian dari pendidikan nasional yang terpenting telah kehilangan peranan dan tanggunng jawabnya, peserta didik, orang tua, dan masyarakat juga telah menjadi korban sebagai objek dari suatu sistem yang dikuasai oleh otoriterisme.

Partisipasi Masyarakat
            Administrasi dan manajemen pendidikan nasional yang efektif dan efisien memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat. Tanpa adanya partisipasi dari masyarakat lembaga pendidikan akan terasing dari pengabdiannya bagi kebutuhan masyarakat yang nyata. Misalnya, pendidikan pesantren yang merupakan wujud dari pendidikan yang indigenous yakni pendidikan yang lahir dari kebutuhan dan untuk masyarakat dimana lembaga itu hidup. Dewasa ini badan PBB seperti UNICEF telah menganjurkan community based education yaitu pendidikan yang diabdikan untuk bersama-sama dan dari masyarakat sendiri. Community based education diharapkan merupakan salah satu fundasi untuk mewujudkan masyarakat madani.

Guru dan Administrator yang Otonom
            Didalam administrasi dan manajemen pendidikan segala sesuatunya telah diatur oleh pusat sehingga tidak ada tempat bagi peranan guru dan administrator pendidikan yang kreatif dan inovatif, tidak ada tempat untuk bereksperimen. Guru dan administrator tidak mempunyai keleluasaan untuk melaksanakan yang terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat lokal. Segala penyimpangan-penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan merupakan pelanggaran. Dengan sendirinya peranan dan fungsi sekolah, guru, supervisor tidak lebih dari suatu sekrup dari mesin birokrasi yang besar.jika dilihat secara sepintas memang dapat dibayangkan akan tercapai mutu pendidikan yang di inginkan. Ibarat mesin besar dari pusat bergerak maka dengan sendirinya sekrup-sekrup kecil dilembaga pendidikan akan ikut bergerak. Namun, pada kenyataannya tidak demikian. Manusia bukanlah sebuah mesin dan masyarakat bukanlah pabrik. Masyarakat madani yang kita inginkan ialah masyarakat yang mengakui perbedaan perbedaan dan menghargai kesepakatan dari kepentingan orang banyak. Oleh karena itu, guru dan administrator pendidikan harus dapat menciptakan kondisi bagi hidupnya semangat kreatif dan inovatif yang menghargai adanya perbedaan didalam masyarakat.
            Guru adalah profesi yang otonom artinya dia harus mempunyai keleluasaan untuk menginterpretasikan gaya dan materi yang akan dibawakannya sesuai dengan kemampuan peserta didik dan tuntutan masyarakat lokal. Sementara supervisor atau administrator  mempunyai peranan dan fungsi untuk memberikan pengarahan dan bukan untuk mematikan inisiatif para guru.

Peran Supervisi
Supervisi dalam pengertian kepolisian ialah yang bertugas memperhatikan apakah tindakan-tindakan yang dilakukan berlawanan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Dalam pengertian manajemen, supervisi bukan sekedar melihat ketepatan pelaksanaan peraturan yang berlaku tetapi lebih ditekankan pada self supervision yakni kesadaran dan misi para pelakunya untuk bertanggung jjawab terhadap visi dan misi organisasi. Tanggung jawab dan hak-hak didalam hubungan supervise dan pelaksana dalam suatu organisasi yang demokratis akan saling melengkapi. Tidak adanya pertentangan diantara supervisor dan pelaksana yang ada ialah rasa untuk saling membantu. Fungsi supervisi bukan mencari kesalahan tetapi melengkapi dan mendorong sukses yang telah dicapai oleh para pelaksana.

D.    Administrasi dan Manajemen Pendidikan yang Bertumpu pada Lembaga Sekolah
Administrasi dan manajemen pendidikan selama ini sifatnya sangat makro sehingga terlalu luas dan kurang terfokus yang mengakibatkan efisiensi  sistem pendidikan kita yang rendah sehingga dengan demikian sangat berpengaruh didalam pencapaian kualitas pendidikan sebagaimana yang telah dikonstratir oleh Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional(1998). Oleh sebab itu, sudah waktunya untuk memfokuskan perhatian terhadap lingkungan lembaga pendidikan (sekolah) untuk membentuk tingkah laku yang kita inginkan.
Pendekatan institusional administrasi dan manajemen pendidikan PIAM kini telah di coba dan dilaksanakan dibanyak Negara seperti Amerika dan Australia. Pendekatan ini sesuai dengan proses demokratisasi dan otonomi pemerintahan daerah bahkan menunjang proses demokratisasi bangsa ini dalam rangka untuk mewujudkan suatu masyarrakat madani Indonesia. Banyak hal-hal positif yang dapat dipetik dari PIAM, segi-segi positif misalnya terjadinya pemanfaatan secara maksimal sumber daya manusia karena PIAM menyadari akan pentingnya expertise dan kompetensi dari para guru untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Didalam kondisi PIAM, kemampuan individual seorang guru diberikan kebebasan yang sangat luas untuk dapat dilaksanakan. Loyalitas dan komitmen staf yang semakin meningkat karena terdapat kesempatan untuk ikut serta mengembangkan sesuatu yang lebih baik sehinngga akan mengembangkan sense of ownership. Rencana-rencana yang telah disusun bersama akan dilaksanakan dengan giat.keterampilan kepemimpinan akan terus dikembangkan karena partisipasi yang meningkat menuntut kualitas kepemimpinan yang semakin tinggi. Pendekatan PIAM tergantung pada keseimbangan antara otonomi dan kontrol yang hanya dapat dicapai melalui saling pengertian dan kejelasan mengenai misi dan visi organisasi.
Didalam usaha melaksanakan PIAM juga menghadapi berbagai macam masalah diantaranya:
1.      Bertambahnya beban kerja. Dalam mengubah cara kerja dan kepemimpinan yang sifatnya lebih otoriter menjadi lebih demokratis tentunya memerlukan waktu yang cukup lama. Para anggota harus belajar untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara bersama-sama sehingga menuntut suatu sikap yang baru dan sikap penuh kesabaran dan menghormati perbedaan pendapat.
2.      Pelaksanaan PIAM memerlukan biaya yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisasi yang sentralistik dan monolitik. Namun, bila PIAM telah terselenggara dengan baik maka masalah biaya akan dapat dihemat sehingga menjadi lebih efisien.
3.      Mengubah struktur organisasi yang biasa menjadi PIAM memerlukan perkembangan staf yang lebih baik. Oleh sebab itu pengembangan sumber daya manusia merupakan prioritas penting didalam pengembangan PIAM.
4.      Pendekatan PIAM menuntut adanya kepemimpinan yang mantap. Apabila supervisor dan kepala sekolah terus- menerus berubah maka sukar untuk ditegakkannya suatu organisasi yang kuat dan manajemen yang berhasil.
5.      Lembaga-lembaga pendidikan(sekolah)  telah terpenjara didalam suatu sistem yang kaku dan birokrasi yang ketat. Hal ini tentu akan menjadi penghalang besar didalam menerapkan PIAM.

Kamis, 03 Mei 2012

SUKU MAORI


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Awal kedatangan Suku Maori ke Selandia Baru
Sebelum ditemukan oleh bangsa polenesia, kepulauan selandia baru merupakan pulau yang terisolasi. Pulau utara dipercaya memiliki penghuni yaitu suku primitive yang disebut Moriori.[1] Bangsa polenesia pertama kali menemukan pulau ini pada 800M dan melakukan proses migrasi sampai 1350M.[2] Bangsa Polenesia ini datang  ke Selandia baru menggunakan kanao-kanao dari hawaika yang berada di kepulauan polenesia di samudra pasifik menuju ke arah selatan. Mereka menggunakan sistem cuaca subtropik untuk menavigasikan pelayaran mereka ke selandia baru. Dalam perjalanannya, mereka menemukan sebuah daratan yang dari laut terlihat seperti tertutup awan berwarna putih. Mereka akhirnya mendarat ke pulau itu dan memberinya nama Aatearoa yang berarti “The Land With a Long White Coulds” atau tanah awan putih yang bergerak.[3] Kata Aatearoa sebenarnya merupakan gambaran dari selandia baru sendiri, yaitu tanah demngan awan putih yang panjan, yaitu gambaran tentang selandia baru saat diselimuti oleh salju. Pulau yang mereka temukan ini sebenarnya adalah pulau utara.
Setelah ditemukannya pulau Aetearoa, maka secara berkala bangsa Polenesia melakukan migrasi. Pada 1000-1100 M para penjelajah Polenesia Toi dan Wathonga  mengunjungi Selandia Baru. Dilanjutkan pada tahun 1350, Armada besar bangsa polenesia mulai mendatangi Aetearoa menggunakan tujuh kanao, yaitu Aotea, kurahaupo, mataatua, tainui, te, arawadan, takitimu[4]. Awal migrasi besar-besaran ini sempat menyebabkan gesekan denagn suku Moriori sehingga membuat suku itu hancur dan akhirnya punah. Mereka akhirnya menetap dan mulai mengembangkan kebudayaan mereka di pulau tersebut. Suku maori juga dikenal sebagai suku yang ulung dalam hal pelayaran. Suku polenesia, yang merupakan nenek moyang suku maori, memang terkenal sebagai pelaut yang ulung. Suku Maori berkembang dan menetap di pantai timur selandia baru.
B.     Nama Maori
Nama maori sebenarnya muncul setelah datangnya orang-orang eropa ke selandia baru. Dulunya sebelum datang orang eropa bangsa polenesia yang menetap di selandia baru tidak bernama. Awalnya orang-orang Polenesia yang menetap di selandia baru bagian timur itu hanya menyebut kelompok mereka dengan kata “iwi” yang secara harfiah berate tulang. Maksud dari kata iwi sendiri adalah orang yang terikat oleh garis keturunan dari satu nenek moyang yang sama. Itu menggambarkan bahwa mereka berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu bangsa polenesia dari timur pasifik. Karena hanya mereka yang tinggal di wilayah selandia baru saat itu mereka tidak pernah menamai kelompok merea sevara kolektif.
Nama maori sendiri muncul setelah kedatangan bangsa barat ke selandia baru sekitar  tahun 1830. Kata maori yang berarti ‘orang biasa’ digunakan oleh bangsa barat untuk menyebut orang-orang telah tinggal di tanah Selandia Baru sebelum mereka datang. Sebenarnya penyebutan penduduk asli dengan nama maori digunakan untuk membedakan orang-orang barat dengan penduduk asli. Orang barat menyebut mereka sebagai Pakeha yang berarti orang kulit putih. Sama seperti kebiasaan di daerah temuan lain, orang barat menganggap bahwa mereka lebih baik dari penduduk asli yang mendiami daerah temuan mereka. oleh sebab itu mereka sering menamai penduduk asli dengan sebutan yang mendeskriditkan.
C.    Ciri-ciri Suku Maori
Cirri-ciri fisik orang maori sama seperti orang polenesia pada umunya, namun sebagian besar orang maori yang tinggal di pulau utara memilki ciri fisik yang merupakan perpaduan dari polenesia dengan Melanesia. Hal ini berindikasi bahwa pada saat awal kedatangan bangsa polenesia sempat terjadi perkawinan campur dengan penduduk moriori yang merupakan ras Melanesia. Jenis maori campuran ini umumnya memiliki rambut hitam bergelombang menyerupai ras polenesia tetapi bentuk hidung dan bibir menyerupai ras Melanesia, yaitu hidung pesek dan bibir tebal. Kulit mereka juga berwarna cokelat. Biasanya suku maori di pulau utara menggunakan kapur untuk memutihkan rambut supaya tampak merona kemerahan.[5]
Untuk suku maori yang ada di pulau selatan umumnya memilki cirri fisik yang kental dan sangat mirip dengan ras polenesia. Mereka mempunyai rambut hitam dan melambai, mata cokelat gelap, bibir tebal dan menonjol, hidung datar dengan lobang hidung yang besar, dan giginya besar, putih, dan teratur.[6] Pada umunya orang-orang suku maori berumur panjang karena umunya mereka hidup sederhana, pekerja keras dan prosuktif pada usia muda. Pada umunya orang mauri mati karena memang sudah tua, terkena ilmu hitam dan penyakit cacar yang dibawa oleh orang eropa.
D.    Kebudayaan Maori
Suku maori memilki kebudayaan yang cukup tinggidan menjadi icon bagi selandia baru. yang paling terkenal dari suku maori adalah seni tatonya. Tato dalam adat maori memiliki makna suci dan merupakan perlambang dari kelompok mereka. Orang maori mempunyai cara khusus untuk menato tubuhnya, yaitu dengan membuat torehan atau pahatan pada kulitnya menggunakan pisau atau pahat yang terbuat dari kulit kerang laut. Sedangkan untuk tinta mereka menggunakan dua jenis, yang pertama terbuat dari organism yaitu dari sayuran dan ulat. Kedua, dari arang kayu. Untuk tinta yang berasal dari arang kayu biasanya digunakan untuk menato bagian wajah.  Dalam bahasa maori tato dikenal dengan Ta Moko  yang berarti menyerang atau tekan, yang diartikan sebagai cara suku maori membuat tato. Motif tato pada suku maori biasanya berupa spiral yang dipahatkan pada wajah, pantat dan kaki. Namun pada wanita maori umunya tato dibuat pada bibir, dagu atau leher bagian belakang. Pembubuhan tato pada orang maori dimulai sejak dia beranjak dewasa. Tato sendiri merupakan symbol dari perjalanan hidup orang-orang maori.
Hangi adalah makanan khas suku maori.makanan dimasak dengan cara disekap ke dalam api di bawah tanah.caranya batu dipanaskan dalam api di bawah tanah.caranya,batu dipanaskan dalam api di bawah tanah,kemduian makanan yang akan dibakar diletakkan di atasnya,lalu ditutup dengan daun kubis atau selada air.lama memasak 3 jam.konon rasanya seperti masakan yang dukukus dengan rasa tanah!yang pasti,makanan yang dimasak dengan cara ini sehat lho.
Rumah suku maori adalah rumah merah. Rumah ini berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu dan keseluruhannya di cat dengan warna merah dan beratapkan ilalang. Suku maori juga mempunyai tarian yang terkenal yaitu kappa haka, yang merupakan tarian perang namun saat ini digunakan sebagai tarian untuk menyambut tamu. Music khas dari maori yaitu whaikorero. Maori juga terkenal dengan tradisi lisannya, yaitu cerita-cerita mitos yang berkembang secara turun temurun. Contohnya saja cerita tentang asal usul orang maori adalah dari pemisahan antara dewa langit dan dewa bumi. Orang maori percaya mereka adalah keturunan dari kedua dewa tersebut.
E.     Kontak Suku Maori dengan Bangsa Eropa
Abel Tasman merupakan orang eropa yang menemukan selandia baru. Awalnya dia menamakan Selandia baru dengan sebutan State Landt karena dia menganggap selandia baru merupakan bagian dari pesisir argentina. Setelah diketahui bahwa selandia baru bukanlah bagian dari benua amerika, maka oleh pembuat peta asal Belanda nama State Landt diganti dengan New Zeland. Zelandt sendiri merupakan nama salah satu kota yang ada di Belanda. Abel Tasman bersama awak kapalnya mengalami penyerangan oleh suku Maori. Tahun 1768 Jamess Cook yang berkebangsaan inggris datang ke Selandia Baru. dia datang ditemani Tupaia, seorang polenesia, yang bertugas sebagai penerjemah. Salah satu penyebab gagalnya Abel Tasman tadi adalah ketidak pahaman bahas yang digunakan, sehingga untuk melancarkan ekspedisi cook sengaja membawa seorang polenesia  sebagai ahli bahasa. Cook berhasil mengelilingi seluruh pulau selama enam bulan dan memberi nama beberapa daerah.
            Setelah kedatangan Jamess Cook banyak orang eropa yang mengunjungi selandia baru, seperti spanyol, portugis, perancis dan bangsa yang lain. Tujuan mereka beragam, ada yang hanya singgah dari amerika, berdagang atau menyebarkan agama. Banyak orang eropa yang bermigrasi ke selandia baru. Semakin banyaknya orang Eropa yang menetap di selandia Baru menimbulkan konflik dengan suku asli, yaitu maori. Pada umunya yang menjadi penyebab konflik adalah perpedaan pemahaman tentang kepemilikan tanah. Saat itu, beberapa daerah tidak memiliki hukum, hingga akhirnya untuk menyelamatkan keadaan, Kerajaan Inggris mengirim William Hobson pada sekitar tahun 1839 untuk mengadakan perjanjian dengan bangsa Maori yang kemudian disebut dengan perjanjian “The Treaty of Waitangi” yang disetujui oleh kedua belah pihak di Teluk Pulau pada tanggal 6 Februari 1840. Perjanjian ini menjanjikan adanya perlindungan hak atas kepemilikan tanah dan pemerintahan baik kepada warga pendatang ataupun kepada bangsa Maori, namun pada prakteknya malah menimbulkan percekcokan dan bahkan perang  antara pendatang dan bangsa Maori. Peperangan ini dimenangkan oleh Pendatang  dan sejak saat itu Selandia Baru berada di bawah pemerintahan Kerajaan Inggris.



[5] Elsdon Best, The Maori as He Was: a Brief Account of Maori Life as It was in Pre-european Days, (wellington, Dominion Museum, 1934),  hlm.5
[6] Ibid, hlm6-8

Rabu, 02 Mei 2012

Globalisasi dan Lingkungan Hidup


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fenomena globalisasi selalu dikatakan memberikan dampak terhadap pembangunan ekonomi negara-negara di dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang. Negara-negara semakin dapat bebas dalam melakukan kerja sama dalam membangunan ekonomi kearah yang lebih baik dan juga semakin mudahnya negara-negara memperoleh aliran modal dari negara-negara lain, sehingga membantu negara tersebut dalam mengembangkan pilar ekonominya. Membumingnya globalisasi tidak lepas dari peran institusi di dalamnya dalam mempromosikan keuntungan dari globalisasi itu sendiri bagi negara-negara yang menerima keberadaan globalisasi. Institusi itu tidak lain adalah IMF (International Monetary Fund), WB (World Bank) dan WTO (World Trade Organization), atau biasa dikenal dengan Washington Consesus, dengan membawa program mengenai perdagangan internasional, investasi asing langsung dan aliran pasar modal.
Dengan adanya fenomena globalisasi yang dapat memberikan manfaat terhadap negara-negara untuk membuka diri dalam melakukan kerja sama serta meminta bantuan terhadap negara-negara lain terutama sebagai negara berkembang, dan tidak hanya itu negara dapat memperoleh pendapatan neraca pembayaran melalui perdagangan internasional dengan negara lain. Dampak itu pun dirasakan oleh negara-negara berkembang. Dibalik cerita yang baik tersebut, sebetulnya tersimpan cerita buruk mengenai akibat dari pembangunan ekonomi yang tanpa batas tersebut. Terjadinya degradasi lingkungan merupakan cerita buruk yang harus diperhatikan sebagai akibat dari perilaku aktivitas ekonomi. Hal ini karena setiap melakukan aktivitas ekonomi baik itu produksi maupun konsumsi tidak terlepas dalam memberikan pengaruh kepada lingkungan sekitar.[1]
Pengaruh buruk  dalam berkembangan globalisasi bagi lingkungan hidup sekitar sering berupa pencemaran-pencemaran, baik udara, tanah, air bahkan suara.[2] Perkembangan globalisasi yang mempengaruhi laju gerak suatu negara tentunya akan mempengruhi kehidupan dalam lingkungan negara tersebut. Terutama di negara berkembang, akibat adanya gerakan globalisasi, menciptakan kondisi gerakan pengeksploitasian sumber daya lingkungan yang mempengaruhi jernih-keruhnya lingkungan hidup.
Namun tentunya semakin berkembangnya kecerdasan manusia di era globalisasi tentunya dituntut untuk sadar akan kehidupannya di lingkungan yang makin terancam ini. Sebagai pengkontrol globalisasi, manusia juga tentunya dituntut untuk berupaya menjaga kelestarian alam lingkungan hidup. Sebagai jalan menuju kehidupan yang seimbang, selaras dengan alam sebagai mana tempat bernaung dalam kehidupan.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini adalah;
1.      Bagaimana globalisasi mempengaruhi lingkungan hidup di negara berkembang ?
2.      Apa sajakah contoh negatif dan positif dari pengaruh globalisasi bagi lingkunagn hidup?
3.      Apa faktor-faktor yang menyebabkan mudahnya terjadi eksploitasi lingkungan di negara berkembang ?
4.      Apa upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi bagi lingkungan hidup ?
C.     Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah;
1.      Mengetahui pengaruh globalisasi bagi lingkungan hidup Negara berkembang.
2.      Mengetahui contoh negatif dan positif dari pengaruh globalisasi bagi lingkugan hidup.
3.      Mengetahui factor-faktor yang menyebabkan mudahnya terjadi eksploitasi di lingkungan Negara berkembang.
4.      Mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi bagi lingkungan hidup.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dampak Globalisasi bagi Lingkungan Negara Berkembang
Globalisasi, mungkin kata itu sering kita dengarkan di televisi, radio, surat kabar ataupun percakapan sehari-hari. Kata globalisasi sendiri muncul pada dekade akhir abad ke-20. Globalisasi telah menjadikan pertukaran barang dan jasa dengan mudah terjadi melewati batas-batas territorial negara. Globalisasi menjadikan dunia seperti Global Village. Dengan adanya Globalisasi, negara-negara dapat dengan mudah melakukan suatu interaksi, bahkan individu dalam suatu negara dengan individu di negara lain dapat dengan mudah melakukan suatu interaksi, baik dalam hal komunikasi, pertukaran komoditi, pertukaran informasi, dan lainnya. Hal tersebut menjadikan globalisasi sebagai arah baru bagi perkembangan negara-negara selanjutnya.
Globalisasi layaknya seperti keping uang logam, yang memiliki 2 sisi yang sangat bertolak belakang satu sama lain. Globalisasi disatu sisi memberikan dampak positif dan disisi lain memberikan dampak negatif. Dan salah satu dampak negatif dari globalisasi adalah berimbas pada masalah lingkungan. Ada serangkaian proses yang harus dilewati untuk menuju pada tahap perusakkan lingkungan akibat globalisasi, yang pada umumnya terjadi di negara-negara berkembang.
Dengan semakin menipisnya batas-batas negara karena doktrin dari pahaman globalisasi yang menuntut setiap negara jika hendak menjadi negara yang maju maka harus membuka diri selebar-lebarnya terhadap bantuan-bantuan dan kerjasama dengan pihak asing maka hal ini lah yang kemudian menjadi pintu masuk bagi para investor-investor asing untuk berlomba masuk dan menanamkan sahamnya di negara-negara berkembang. Sehingga kemudian menginisiasi maraknya industrialisasi, privatisasi serta deregulasi[3] di negara-negara berkembang.
Dalam dunia industri, bahan mentah adalah satu hal penting untuk menjalankan suatu roda perindustrian. Dan bahan-bahan mentah ini, banyak ditemukan di negara-negara berkembang yang memang dalam segi geografinya berada pada jalur lintang dan bujur yang subur. Namun, negara berkembang terkendala dalam melakukan pengelolaan akan sumber daya alam yang melimpah tersebut akibat keterbatasan modal dan teknologi yang dimilikinya. Sehingga negara-negara berkembang membutuhkan suntikkan dana dan jasa dari negara-negara maju. Adapun bentuknya bisa berupa hutang, pinjaman, ataupun hibah.
Namun sangat disayangkan bahwa berbagai bantuan dana dalam bentuk pinjaman maupun hibah oleh negara maju tersebut sebagian besar digunakan untuk membeli teknologi-teknologi dari negara maju. Dengan kata lain pinjaman dari negara maju, kembali masuk ke saku negara maju lagi dalam bentuk pembelian teknologi oleh negara berkembang, di lain waktu, negara berkembang masih harus melunasi hutang-hutang kepada negara maju beserta dengan bunganya. Ini adalah satu dari sekian banyak bentuk kerjasama di era globalisasi antara negara maju dan negara berkembang yang mana secara tidak langsung merugikan negara-negara berkembang.
Teknologi yang telah dibeli oleh negara berkembang (umumnya merupakan negara tropis) tersebut memungkinkan mereka untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya kemudian adalah terjadinya perusakan hutan tropis. Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor industri, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, bahkan seringkali wilayah-wilayah yang tidak menjadi pusat industri mendapat imbasnya seperti peningkatan suhu udara.
Untuk persoalan industri, pada umumnya industri didirikan di negara-negara berkembang dengan tujuan untuk efisiensi biaya produksi dan transportasi serta mengingat letak negara berkembang sebagai pasar dari komoditi industri negara maju. Dalam prosesnya kemudian, industri-industri yang didirikan oleh negara maju melakukan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan ditambah lagi proses kerja industri-industri tersebut tidak berwawasan lingkungan. Hal ini bisa dilihat melalui berbagai bentuk kerusakkan akibat aktifitas pertambangan, selain itu juga limbah yang dihasilkan tidak ditaktisi oleh negara maju. Dengan masuknya perusahaan tambang asing, maka pencemaran lingkungan pasti tidak akan bisa dihindarkan. Kebijakan pemerintah mengizinkan operasi pertambangan pada kawasan hutan lindung dan konservasi, sudah pasti akan mempercepat lenyapnya berbagai sumber daya alam yang tadinya melimpah di negara-negara berkembang seperti Filipina, Indonesia, Vietnam, Sri lanka dan lain-lain.
B.     Contoh Dampak Negatif dan Positif Globalisasi bagi Lingkungan Hidup
Dalam perkembangan globalisasi di dunia terdapat hasil dari pengaruh tersebut, baik dari segi positif maupun negatif. Dampak yang ditimbulkan gerakan globalisasi di negara-negara berkembang selain bentuk-bentuk kerusakkan lingkungan akibat eksploitasi yang diakibatkan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan di negara-negara berkembang oleh negara-negara maju, terdapat pula kerusakan lingkungan akibat industrialisasi di negara berkembang sebagai contoh di negara indoensia seperti;
1.      Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri.
2.      Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya[4].
3.      Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak.
4.      Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kota seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius pada musim kemarau di hari terpanasnya.
5.      Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2r SO2, dan debu akibat polusi asap pabrik dan kendaraan bermesin.
6.      Sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak bumi dan batu bara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020 akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
7.      Luas hutan Indonesia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana kebakaran.
8.      Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin menyempit dan mengalami pencemaran akibat polusi tanah dan polusi air permukaan.
Contoh lainnya adalah kasus penolakkan rakyat filipina terhadap pertambangan nikel berskala besar di pulau Mindoro oleh perusahaan pertambangan Norwegian Intex sebab sifatnya yang merusak karena bisa menyebabkan banjir dan erosi selain itu pula akan mengganggu sumber air irigasi terbesar disana. Irigasi itu mengaliri sawah seluas 40 ribu hektar. Selama ini, Mindoro memang dikenal sebagai limbung padi bagi Manila. Hal tersebut bisa terjadi sebab UU pertambangan Filipina yang ada memihak terhadap perusahaan tambang asing dan memberi mereka 100 persen keuntungan dan pembebasan pajak. Dengan pemerintahan yang lemah, kita tidak bisa tergantung pada mekanisme monitoring karena pemerintahnya korup.
Melalui contoh-contoh tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa yang menjadi sumber utama dari perusakkan dan segala bentuk eksploitasi lingkungan yang terjadi di pelopori oleh industri yang notabene dikuasai sepenuhnya oleh negara-negara maju. Sesungguhnya, negara berkembang lebih banyak dirugikan atas upaya kerjasama tersebut mengingat selain telah dikuras kekayaan alamnya oleh negara maju, pembagian hasil yang tidak merata, serta dampak dari eksploitasi aktifitas industri ditambah lagi dengan permasalah limbah yang dihasilkan.
Karena limbah industri dibuang ke lingkungan, maka masalah yang ditimbulkannya merata dan menyebar di lingkungan yang luas. Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat limbah B3[5]. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah. Limbah gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx di udara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan pertanian dan hutan. Limbah cair, yang dibuang ke perairan akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air.
Untuk itu, limbah dari hasil industri benar-benar menjadi ancaman kerusakan lingkungan di negara-negara berkembang yang menjadi pusat industri negara maju. Keseluruhan peramsalahan yang terjadi di negara-negara berkembang menjadi layaknya sebuah penyakit yang menggerogoti tubuh negara-negara berkembang dari hari ke hari. Namun, nampaknya negara-negara berkembang belum menyadari sepenuhnya dengan kondisi mereka yang sedang tidak baik-baik saja akibat terlena dengan buaian “globalisasi” yang dikatakan mampu meningkatkan perkeonomian dan mampu mensejahterakan masyarakat.
Ada pula dampak positif dari globalisasi yang mempengaruhi lingkungan hidup manusia, seperti;
1.      Seperti kesadaran manusia akan mulai tercemarnya lingkungan hidup mereka, sehingga menumbuhkan kesadaran dalam diri untuk berbenah, memulai hidup dengan cara yang baik untuk menjaga, menyelaraskan serta merawat lingkungan hidup guna menciptakan kehidupan yang lebih baik.
2.      Munculnya teknologi canggih ramah lingkungan.
3.      Munculnya organisasi-organisasi pencinta alam yang senantiasa menjaga dan menyebarkan pengaruh terhadap kesadaran menjaga lingkungan hidup.
Dalam prakteknya, sedikit demi sedikit mulai bermunculan kesadaran manusia untuk menjaga lingkungan hidup yang semakin terancam ini. Hal itu diwujudkan secara bertahap guna menjaga kelestarian lingkungan hidup yang menunjang performa manusia dalam kehidupannya di bumi.
C.     Faktor-faktor yang Menyebabkan Eksploitasi Berlebihan
Dalam perkembangan globalidsasi di negara berkembang, terjadinya eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sering dikaitkan guna meningkatkan mutu kemajuan negara tersebut, padahal dalam prakteknya hasil dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tersebut malah menghantarkan negara dalam keterpurukan yang semakin menjadi akibat kerusakan lingkungan hidup.[6] Faktor-faktor yang kemudian melatar belakangi mengapa negara-negara berkembang sangat mudah untuk di eksploitasi antara lain:
1.      Keterbatasan modal yang dimiliki oleh negara-negara berkembang menjadikan negara berkembang merasa butuh untuk mendapatkan suntikkan dana ataupun bantuan asing tanpa memperhitungkan untung dan rugi yang akan dihadapi kemudian.
2.      Lemahnya hukum domestik yang diterapkan pemerintah dalam membatasi jumlah eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan asing di negara berkembang.
3.      Regulasi[7] yang diberlakukan oleh pemerintahan seringkali hanya memihak kepada perusahaan asing dibanding memihak kepada masyarakat.
4.      Perkembangan budaya konsumtif akibat dari globalisasi. Media massa, baik elektronik maupun cetak, merupakan sarana utama dalam penyebaran epidemi global budaya kon-sumtif internasional tersebut. Contohnya, gaya memakan fast food seperti Hambur-ger McDonald, Wendy’s, Arby’s, ayam goreng internasional seperti Kentucky, Texas, California, dan lain-lain. Dengan pola hidup konsumtif yang semakin banyak dianut oleh masyarakat dunia, hal inilah yang sesungguhnya menjadi pupuk yang menyuburkan indstrialisasi dimana-mana khususnya di negara-negara berkembang guna memenuhi permintaan konsumen tersebut.
Dan untuk memenuhi permintaan konsumen yang kian banyak akibat budaya konsumtif tadi maka industri merasa wajib untuk meningkatkan jumlah produksinya dengan melakukan eksploitasi secara besar-besaran sehingga terjadilah perusakan lingkungan seperti abrasi, penggundulan hutan, dan lain sebagainya.

D.    Upaya Penanggulangan Dampak Globalisasi bagi Lingkungan Hidup
Dari dampak yang hadir akibat merebaknya globalisasi di dunia memberikan akibat maupun dampak yang perlu ditanggulangi. Diantaranya merupakan dampak negative bagi lingkungan hidup. Adapun solusi-solusi terhadap permasalahan lingkungan di negara berkembang antara lain berupa:
1.      Solusi yang kemudian ditawarkan oleh negara maju ke negara berkembang untuk menangani permasalahan lingkungan yang ada yaitu terjadi saat pertemuan negara-negara yang mempunyai wilayah 5% jatah hutan dunia (seperti Brazil, Indonesia, Venezuela, dan negara-negara Afrika), Amerika Serikat dan sekutunya datang menawarkan hibah tanpa bunga dan tanpa pengembalian dengan kompensasi negara-negara tersebut harus memperhijau hutannya kembali.
2.      Pada Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan tentang pencemaran lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 tentang Organisasi Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah di tingkat Propinsi, yang juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui.[8]
3.      Berdasarkan Strategi Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh pemerintah, maka proses pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan (Lampiran Pidato Presiden RI, 1994 : II/27).
4.      Disamping itu, untuk mengembangkan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi masalah pencemaran sungai terutama dalam upaya peningkatan kualitas air, dilaksanakan Program Kali Bersih (PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan lingkungan pada 33 sungai di 13 Propinsi.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya segala hal yang diciptakan manusia mempunyai efek baik dan buruk bagi manusia itu sendiri. Globalisasi juga mempunyai sifat seperti itu. Globalisasi disatu sisi menawarkan kebaikan tapi disisi lain juga kita akan terjebak pada keterpurukan jika tidak mewaspadainya. Pengaruh globalisasi juga harus dilihat dari “siapa yang memprakarsainya” yaitu negara-negara barat. Hal ini patut diwaspadai karena sumber daya alam kita yang melimpah dan bukan tidak mungkin negara-negara tersebut juga mengincarnya dengan mempengaruhi masyarakat kita tentang “betapa baiknya globalisasi”. Rakyat (elit penguasa dan rakyat biasa) harus meng-counter efek buruk dari globalisasi. Jika hanya rakyat biasa saja yang mencoba meng-counter-nya maka hal itu hanya akan sia-sia mengingat kekuatan dan legitimasi yang dimiliki oleh negara-negara maju cukup kuat untuk menjadikan mereka betah untuk melakukan eksploitasi terhadap lingkungan di negara berkembang.
Baik dampak negatif maupun positif dari globalisasi yang mempengaruhi lingkungan hidup tentunya akan memberi dampak perubahan besar bagi kehidupan alam serta kemajuan suatu negara. Menimbulkan pencemaran, baik polusi udara, air, tanah bahkan suara merupakan dampak negatif globalisasi pada lingkungan hidup yang mengurai bencana bagi alam. Namun ada pula kesadaran yang timbul dari manusia untuk memperbaiki, menjaga, melestarikan dan menselaraskan kehidupannya dengan alam guna menciptakan kehidupan yang baik dalam globalisasi bersama alam lingkungan hidup.
Dengan adanya dampak yang terjadi akibat globalisasi bagi lingkungan hidup, manusia dituntut untuk memulai melakukan perbaikan dengan cara-cara sederhana, program-program pemerintah, serta gerakan global seperti penghijauan hutan dunia.


DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkunga. Jakarta: EGC.
Sugiharyanto. 2007. Seri IPS Geografi dan Sosiologi SMP kelas I. Yogyakarta: Yudistira.
T. Siahaan. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga.




[1] Sugiharyanto, 2007, Seri IPS Geografi dan Sosiologi SMP kelas IX, Yogyakarta: Yudistira, Hal. 162
[2] Budiman Chandra, 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta: EGC, Hal.6
[3] Deregulasi ialah kegiatan atau proses menghapuskan pembatasan dan peraturan.
[4] Budiman Chandra, Op.cit, Hal.40
[5] Limbah B3, bahan berbahaya dan beracun, keberadaannya di Indonesia makin hari makin mengkhawatirkan. Lebih dari 75% B3 merupakan sumbangan dari sektor industry melalui limbahnya, sedangkan sisanya berasal dari sektor lain termasuk rumah tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah B3 yang ada.
[6] T. Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Jakarta: Erlangga, Hal. 26
[7][7] Regulasi adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan
[8] T. Siahaan, Op.cit, Hal. 286